PENGERTIAN
Buddhayah
(Bahasa Sannskerta), yang merupakan bentuk jamak dari Buddhi yang berarti budi
atau akal.
Culture
(Bahasa Inggris), Cultuur (Bahasa Belanda), Colere (Bahasa latin); segala daya
dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Melville
J. Herkovits
”Suatu
yang superorganic karena kebudayaan yang turun temurun dari generasi ke
generasi tetap hidup terus walaupun orang-orang yang menjadi anggota masyarakat
senantiasa silih berganti disebabkan kematian dan kelahiran.”
Koentjaraningrat
”Keseluruhan
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.”
Selo
Soemardjan dan Soelaeman Soemardi
”Semua
hasil, rasa, dan cipta masyarakat.”
UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
Menurut
Melville J. Herskovits
1.
Alat-alat teknologi
2.
Sistem ekonomi
3.
Keluarga
4.
Kekuasaan politik
Menurut
Bronislaw Malinowski
1.
Sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara anggota masyarakat
2.
Organisasi ekonomi
3.
Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan seperti
keluarga
4.
Organisasi kekuatan (politik)
Menurut
Clyde Kluckhohn
1.
Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
2.
Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
3.
Sistem kemasyarakatan
4.
Bahasa
5.
Kesenian
6.
Sistem pengetahuan
7.
Sistem kepercayaan (religi)
Unsur-unsur pokok
kebudayaan diatas disebut sebagai kebudayaan universal (cultural universals).
Ralph Linton
menyebutnya sebagai kegiatan-kegiatan kebudayaan (cultural activity). Kemudian
dapat dibagi lagi menjadi seperti contoh tabel dibawah ini:

1. Peralatan dan
Perlengkapan Hidup
Peralatan
dan perlengkapatan hidup berkaitan dengan benda-benda yang dipakai manusia
untuk memenuhi segala kebutuhan.
antara
lain:
·
Alat
produksi
·
Senjata
·
Wadah/
alat/ piranti
·
Makanan
dan minuman
·
Pakaian
dan perhiasan
·
Tempat
berlindung dan perumahan
·
Alat
transportasi
2. Sistem Mata
Pencaharian Hidup
·
Berburu
dan meramu
·
Beternak
·
Bertani
·
Menangkap
ikan
·
Berdagang
·
Dll.
3. Sistem
Kemasyarakatan
- Sistem
kekerabatan
§ Keluarga ambilineal
kecil (±25-30 orang)
§ Keluarga ambilineal
besar (beberapa generasi yang turun temurun dengan jumlah warganya mencapai
ratusan orang)
§ Klen (clan) kecil
(suatu bentuk kelompok kekerabatan di mana satu dengan lainnya terikat melalui
garis-garis keturunan laki-laki/ perempuan saja)
§ Klen (clan) besar
(semua keturunan seorang nenek moyang baik laki-laki/ perempuan)
§ Fratri
(kelompok-kelompok kekerabatan yang patrilineal/ matrilineal, sifatnya lokal
dan merupakan gabungan dari kelompok klen setempat baik besar/ kecil)
§ Paroh masyarakat
(moeity) (kelompok kekerabatan gabungan klen seperti fratri tetapi selalu
merupakan separoh dari suatu masyarakat.
- Organisasi
sosial, bidang-bidangnya a.l:
§ Pendidikan
§ Kesejahteraan sosial
§ Kesehatan
§ Keadilan
4. Bahasa
Fungsi
bahasa secara umum:
§ Alat berekspresi
§ Alat komunikasi
§ Alat untuk
mengadakan integrasi dan adaptasi sosial
Fungsi
bahasa secara khusus:
§ Mengadakan
hubungan dalam pergaulan sehari-hari (fungsi praktis)
§ Mewujudkan
seni (fungsi artistik)
§ Mempelajari
naskah-naskah kuno (fungsi filosofis)
§ Usaha
mengekploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi
5.
Kesenian
(nilai keindahan/ estetika)
Ada 2 (dua) lapangan besar kesenian dilihat dari sudut cara kesenian
sebagai ekspresi hasrat manusia menikmati keindahan:
§ Seni
rupa (kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan mata (visual)
§ Seni
suara (kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan telinga/ di dengar)
6.
Sistem ilmu dan pengetahuan
Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh
pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, logika atau percobaan-percobaan
(trial and error)
Sistem pengetahuan masyarakat secara umum dikelompokkan atas:
§ Pengetahuan
tentang alam
§ Pengetahuan
tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan
§ Pengetahuan
tentang tubuh manusia
§ Pengetahuan
tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia
§ Pengetahuan
tentang ruang dan waktu
7.
Sistem kepercayaan (religi)
Sistem kepercayaan berkaitan dengan keyakinan akan adanya penguasa
tertinggi dari sistem jagad raya ini yang mengatur segala sesuatunya. Keyakinan
ini kemudian diformulasikan dalam serangkaian tata nilai atau norma, perilaku
dan tata cara berhubungan dengan penguasa tertinggi.
PENUGASAN
Buatlah
tabel klasifikasi hasil-hasil kebudayaan yang ada di sekitar kamu (20 benda)!
Contoh:
Benda
|
Unsur Kebudayaan
|
Televisi
Flat
|
Ilmu
Pengetahuan
|
Macam-macam
budaya lokal di Indonesia
Budaya lokal adalah budaya
yang dimiliki oleh masyarakat yang berdiam di dalam suatu kesatuan wilayah. Menurut
Koentjoroningrat budaya lokal Indonesia banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu,
Buddha, Islam dan Eropa.
1.
Kebudayaan
masyarakat batak

Yang termasuk ke dalam kebudayaan masyarakat Batak adalah mereka yang yang
berdiam di sekitar wilayah pegunungan Sumatra Utara, mulai dari perbatasan Aceh
di utara sampai perbatasan dengan Riau dan Sumatra Barat di sebelah selatan.
Orang Batak mendiami Dataran Tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang
Hulu, Simalungun, Dairi, Toba, Humbang, Silindung, Angkola, Mandailing dan
Tapanuli Tengah.
Kelompok kekerabatan yang besar disebut Merga (Karo) atau Marga (Toba).
Orang Batak hidup dalam satu kesatuan yang disebut Huta (Toba) atau Kesain
(Karo) yang dikelilingi oleh parit. Orang Batak hidup dalam rumah disebut Ruma
(Toba), Jabu (Karo) yang dihuni oleh beberapa keluarga yang satu sama lain
terikat oleh hubungan kekerabatan secara patrilineal. Orang Batak mayoritas
bermata pencaharian bercocok tanam padi di sawah dan ladang.
Dalam kunjungannya pada tahun 1292, Marco Polo
melaporkan bahwa masyarakat Batak sebagai orang-orang "liar yang
musyrik" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. Meskipun
Ibn Battuta,
mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan mengislamkan Sultan Al-Malik
Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh
pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang
Minangkabau yang melakukan kawin-mawin dengan perempuan Batak. Hal ini secara
perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak.
Pada masa Perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan
Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas
masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba,
tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka
menganut agama Protestan. Kerajaan Aceh di utara, juga banyak berperan
dalam mengislamkan masyarakat Karo, Pakpak, dan Dairi.
Pada tahun 1824, dua misionaris Baptist asal Inggris,
Richard Burton dan Nathaniel Ward berjalan kaki dari Sibolga
menuju pedalaman Batak. Setelah tiga hari berjalan, mereka sampai di dataran
tinggi Silindung
dan menetap selama dua minggu di pedalaman. Dari penjelajahan ini, mereka
melakukan observasi dan pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak. Pada
tahun 1834, kegiatan ini diikuti oleh Henry Lyman dan Samuel Munson dari Dewan
Komisaris Amerika untuk Misi Luar Negeri.
Pada tahun 1850, Dewan Injil Belanda menugaskan Herman Neubronner van der Tuuk
untuk menerbitkan buku tata bahasa dan kamus bahasa Batak - Belanda. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan misi-misi kelompok Kristen Belanda dan Jerman
berbicara dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran
pengkristenan mereka.
Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah sekitar Danau Toba pada tahun 1861, dan
sebuah misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen. Kitab Perjanjian
Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen
pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Perjanjian Lama diselesaikan oleh P. H.
Johannsen pada tahun 1891. Teks terjemahan tersebut dicetak dalam huruf latin
di Medan
pada tahun 1893. Menurut H. O. Voorma, terjemahan ini tidak mudah dibaca, agak
kaku, dan terdengar aneh dalam bahasa Batak.
Masyarakat Toba dan Karo menyerap agama Nasrani dengan cepat, dan pada awal
abad ke-20 telah menjadikan Kristen sebagai identitas budaya. Pada masa ini
merupakan periode kebangkitan kolonialisme Hindia-Belanda,
dimana banyak orang Batak sudah tidak melakukan perlawanan lagi dengan
pemerintahan kolonial. Perlawanan secara gerilya yang dilakukan oleh
orang-orang Batak Toba berakhir pada tahun 1907, setelah pemimpin kharismatik
mereka, Sisingamangaraja XII wafat.
2.
Kebudayaan
masyarakat Minangkabau

Adat dan budaya Minangkabau bercorakkan keibuan (matrilineal), dimana pihak
perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Menurut tambo sistem adat
Minangkabau pertama kali dicetuskan oleh dua orang bersaudara, Datuk Perpatih Nan Sebatang dan Datuk Ketumanggungan. Datuk Perpatih
mewariskan sistem adat Bodi Caniago yang demokratis, sedangkan Datuk
Ketumanggungan mewariskan sistem adat Koto Piliang yang aristokratis. Dalam
perjalanannya, dua sistem adat yang dikenal dengan kelarasan ini saling isi
mengisi dan membentuk sistem masyarakat Minangkabau.
Secara sederhana masyarakat Minangkabau terbagi ke dalam tiga lapisan
besar, yaitu:
§ Bangsawan,
keluarga yang mula-mula datang
§ Orang
biasa, keluarga yang datang kemudian
§ Orang
yang paling rendah, keluarga yang menumpang pada yang lebih dulu datang
Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan menjaga
keutuhan budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai,
dan ninik mamak, yang dikenal dengan istilah Tali nan Tigo Sapilin. Ketiganya
saling melengkapi dan bahu membahu dalam posisi yang sama tingginya. Dalam
masyarakat Minangkabau yang demokratis dan egaliter, semua urusan masyarakat
dimusyawarahkan oleh ketiga unsur itu secara mufakat.
Daerah Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari
ini merupakan daerah otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak
ada kekuasaan sosial dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat
di sebuah nagari. Nagari yang berbeda akan mungkin sekali mempunyai tipikal adat
yang berbeda. Tiap nagari dipimpin oleh sebuah dewan yang terdiri dari pemimpin
suku dari semua suku yang ada di nagari tersebut. Dewan ini disebut dengan
Kerapatan Adat Nagari (KAN). Dari hasil musyawarah dan mufakat dalam dewan
inilah sebuah keputusan dan peraturan yang mengikat untuk nagari itu
dihasilkan.
Sejarah
merantau pada etnis Minang telah berlangsung cukup lama. Sejarah mencatat migrasi
pertama terjadi pada abad ke-7, dimana banyak pedagang-pedagang emas yang
berasal dari pedalaman Minangkabau melakukan perdagangan di muara Jambi,
dan terlibat dalam pembentukan Kerajaan
Malayu. Migrasi besar-besaran terjadi pada abad ke-14, dimana banyak
keluarga Minang yang berpindah ke pesisir timur Sumatera. Mereka mendirikan
koloni-koloni dagang di Batubara, Pelalawan, hingga melintasi selat ke Penang dan Negeri
Sembilan, Malaysia. Bersamaan dengan gelombang migrasi ke arah timur,
juga terjadi perpindahan masyarakat Minang ke pesisir barat Sumatera. Di
sepanjang pesisir ini perantau Minang banyak bermukim di Meulaboh,
Aceh tempat keturunan
Minang dikenal dengan sebutan Aneuk Jamee, Barus, hingga Bengkulu.
Setelah Kesultanan Malaka jatuh ke tangan Portugis
pada tahun 1511, banyak keluarga Minangkabau yang berpindah ke Sulawesi
Selatan. Mereka menjadi pendukung kerajaan Gowa,
sebagai pedagang dan administratur kerajaan. Datuk Makotta bersama istrinya
Tuan Sitti, sebagai cikal bakal keluarga Minangkabau di Sulawesi.
Gelombang migrasi berikutnya terjadi pada abad ke-18, yaitu ketika Minangkabau
mendapatkan hak istimewa untuk mendiami kawasan Kerajaan Siak.
Orang Minangkabau boleh dikatakan tidak mengenal unsur-unsur kepercayaan
lain kecuali apa yang diajarkan dalam Islam. Walaupun demikian, muncul juga
kepercayaan yang tidak diajarkan dalam Islam. Misal, mereka percaya pada hantu
yang mendatangkan bencana dan penyakit pada manusia, untuk menolaknya mereka
akan datang pada seorang dukun untuk meminta pertolongan.
3.
Kebudayaan masyarakat Bali

Ada dua bentuk masyarakat di Bali, yaitu masyarakat Bali Aga yang kurang
mendapat pengaruh dari kebudayaan Jawa-Hindu dari Majapahit (Sembiran, Cempaga
Sidatapa, Pedawa, Tigauasa di Buleleng dan Desa Tenganan Pegrigsingan di
Karangasem) dan Bali Majapahit yang merupakan mayoritas di Bali.
Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak
daerah lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan
berbagai alat musik
tabuh lainnya. Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam
tehnik memainkan dan gubahannya, misalnya dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk
nyanyian yang konon menirukan suara kera.
Seni tari Bali pada umumnya dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok;
yaitu wali atau seni tari pertunjukan sakral, bebali atau
seni tari pertunjukan untuk upacara dan juga untuk pengunjung,
dan balih-balihan atau seni tari untuk hiburan pengunjung.
Rumah Bali yang
sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang mengatur
tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China).
Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai
apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan,
dan parahyangan. Untuk itu, pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek
tersebut atau yang biasa disebut ‘’Tri Hita Karana’’. Pawongan merupakan para
penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara penghuni
rumah dan lingkungannya.
Mata pencaharian pokok orang Bali adalah bercocok tanam, hanya 30% yang
hidup dari beternak, dagang, buruh, pegawai dan lainnya. Di Bali berkembang suatu
sistem untuk mengatur pengairan dan penanaman sawah yang dinamakan subak.
Sistem kekerabatan yang mengikat masyarakat Bali adalah patrilineal.
4.
Kebudayaan
Masyarakat Aceh

Ø Tamiang
Suku Aceh merupakan kelompok mayoritas yang mendiami kawasan pesisir Aceh.
Orang Aceh yang mendiami kawasan Aceh Barat dan Aceh Selatan terdapat sedikit
perbedaan kultural yang nampak nya banyak dipengaruhi oleh gaya kebudayaan
Minangkabau. Hal ini mungkin karena nenek moyang mereka yang pernah bertugas
diwilayah itu ketika berada di bawah protektorat kerajaan Aceh tempo dulu dan
mereka berasimilasi dengan penduduk disana.
Suku Gayo dan Alas merupakan suku minoritas yang mendiami dataran tinggi di
kawasan Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Kedua suku ini juga
bersifat patriakhat dan pemeluk agama Islam yang kuat.
Setiap suku tersebut memiliki kekhasan tersendiri seperti bahasa, sastra,
nyanyian, arian, musik dan adat istiadat.
Kebudayaan Aceh sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Tarian, kerajinan,
ragam hias, adat istiadat, dan lain-lain semuanya berakar pada nilai-nilai
keislaman. Contoh ragam hias Aceh misalnya, banyak mengambil bentuk tumbuhan
seperti batang, daun, dan bunga atau bentuk obyek alam seperti awan, bulan,
bintang, ombak, dan lain sebagainya. Hal ini karena menurut ajaran Islam tidak
dibenarkan menampilkan bentuk manusia atau binatang sebagai ragam hias.
Aceh sangat lama terlibat perang dan memberikan dampak amat buruk bagi
keberadaan kebudayaannya. Banyak bagian kebudayaan yang telah dilupakan dan
benda-benda kerajinan yang bermutu tinggi jadi berkurang atau hilang.
DAMPAK MASUKNYA BUDAYA ASING DAN HUBUNGAN ANTARBUDAYA
Dampak positif
§ Adanya
alih teknologi
§ Kemudahan
untuk mendapatkan informasi
§ Kebiasaan
berkompetisi
Dampak negatif
§ Sikap
individualistis
§ Mengabaikan
nilai-nilai kekeluargaan
§ Konsumerisme
terhadap produk-produk luar negeri
HUBUNGAN ANTARBUDAYA
§ Akulturasi
Akulturasi dapat terjadi apabila dua kebudayaan yang bertemu kemudian
berpadu dan menghasilkan suatu kebudayaan baru, namun tidak menghilangkan
unsur-unsur kebudayaan asli.
Contohnya, bangunan masjid Demak yang merupakan hasil akulturasi budaya
Jawa dengan budaya Islam.
§ Asimilasi
Serupa dengan akulturasi, asimilasi merupakan perpaduan dua budaya yang
menghasilkan kebudayaan baru. Yang membedakan adalah pada asimilasi, budaya
setempat/ asli biasanya perlahan-lahan hilang dan digantikan dengan budaya baru
yang timbul.
Contohnya, gaya berpakaian wanita Indonesia yang tadinya berbusana
tradisional tergantikan dengan pakaian modern pengaruh dari Barat.
§ Sintesis
Sintesis bisa terjadi apabila hasil perpaduan dua kebudayaan malah
menghasilkan satu kebudayaan baru yang berbeda dengan dua budaya sebelumnya.
Contohnya, musik rock n roll yang dihasilkan dari perpaduan musik blues
dengan musik country.
§ Penetrasi
Penetrasi adalah masuknya suatu kebudayaan dengan cara paksa atau
kekerasan. Biasanya ini berkaitan erat dengan kolonialisme. Negara penjajah
memasukkan budaya mereka pada negara jajahan dengan cara paksa.
Contohnya, pada zaman tanam paksa, masyarakat Indonesia dipaksa menanam
komoditas yang laku di pasarana Eropa walau mereka tidak memiliki pengetahuan
yang cukup akan hal itu.
0 komentar:
Posting Komentar